Mencari Alternatif RI 1
Oleh : Yopi Eka Anroni,SE
(Mahasiswa Pascasarjana Usakti)
Pada tahun 2014, Rakyat Indonesia akan menentukan pemimpinya. Dua tahun bukan waktu yang lama untuk mencari calon
presiden (capres) yang sesuai dengan harapan rakyat. Sekedar contoh,
dulu, sebelum benar-benar terpilih menjadi presiden pada Pemilu 2004,
Susilo Bambang Yudhoyono juga dipersiapkan jauh-jauh hari oleh
sekelompok orang yang menginginkannya menjadi presiden. Mereka itulah
yang kemudian mendirikan Partai Demokrat yang persiapannya lebih dari
dua tahun.
Tapi bukan berarti sudah tertutup pintu bagi tampilnya
capres alternatif dalam waktu kurang lebih dua tahun ini. Karena
nyatanya, sampai saat ini, belum ada capres yang sudah muncul di
permukaan, yang benar-benar dianggap sesuai dengan keinginan rakyat.
Sebagian besar rakyat Indonesia menginginkan tampilnya capres selain
yang sudah ada sekarang.
Itulah salah satu isyarat dari hasil survai
nasional yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC)
pada 20 hingga 30 Juni 2012 lalu. Meskipun sudah banyak tokoh yang sudah
dicalonkan partainya, dan bahkan sudah melakukan soft campaign dengan
memasang iklan di televisi, radio, koran, dan menebar baliho ke seluruh
nusantara toh tetap saja, masih belum ada yang dianggap sudah sesuai
harapan.
Dalam arti, masih belum ada satu pun yang menjadi
pilihan rakyat secara signifikan. Yang dianggap signifikan baru pada
tahap popularitas, belum pada elektabilitas. Walaupun popularitasnya
sudah ada yang menyentuh angka di atas 90 persen, tapi elektabilitasnya
masih di kisaran angka 10 persen ke bawah.
Menurut hasil survai
SMRC, popularitas paling tinggi ada pada Megawati Soekarnoputri
(93,7%),disusul Jusuf Kalla (88,9%), Prabowo Subianto (78,8%), Wiranto
(72,8%), Aburizal Bakrie (70,1), Sultan Hamengku Buwono X (58,3), Anas
Urbaningrun (55%), dan Hatta Rajasa (54,1%).
Sedangkan
elektabilitas paling tinggi ada pada Prabowo Subianto (10,6%), disusul
Megawati (8%), Aburizal Bakrie (4,4%), Jusuf Kalla (3,7%), Surya Paloh
(1,4%), Wiranto (1,1%), Sultan HB X (0,9%), Dahlan Iskan (0,9%), dan
Hatta Rajasa (0,7%).
Yang menarik, 60 persen dari 1,219 responden
belum menentukan siapa dari nama-nama itu yang akan dipilih menjadi
presiden mendatang. Jadi, sekali lagi, belum ada satu pun dari
capres-capres yang sudah muncul yang benar-benar menjadi pilihan rakyat.
Apakah
halini mencerminkan krisis kepemimpinan? Saya kira tidak. Kita punya
banyak calon pemimpin, cuma mereka belum punya kesempatan muncul di
permukaan. Melihat hasil survai SMRC kiranya inilah peluang terbaik bagi
siapa pun yang ingin menjadi presiden untuk tampil, Peluang ini harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya, selagi masih punya waktu.
Tidak atau
belum adanya capres yang difavoritkan menjadi bukti otentik bahwa
rakyat membutuhkan figur baru untuk presiden yang akan datang. Rakyat
memang mengenal dengan baik capres-capres itu karena pada umumnya mereka
sudah tampil, baik sebagai presiden maupun wakil presiden, atau capres
maupun cawapres. Tapi sudah mengenal bukan berarti tertarik untuk
memilih.
Masih menurut hasil survai SMRC, ada sejumlah
persyaratan/kriteria yang akan dipilih responden, yakni amanah dan bisa
dipercaya (64,3%), tegas (14,9%), perhatian (12,3%), dan pintar (7,8%).
Sisanya bersikap apatis atau tidak peduli dengan kriteria.
Mengapa
sebagian besar rakyat belum menentukan pilihan capresnya pada Pemilu
2014? Bisa jadi karena --dari nama-nama yang ada-- belum ada yang
dianggap tepat sesuai dengan kriteria sebagaimana yang diinginkan.
Mencari orang yang amanah dan bisa dipercaya memang bukan persoalan
mudah.
Di luar nama-nama yang sudah muncul, saya yakin masih
banyak sosok yang layak dipilih menjadi presiden. Siapa mereka? Bila
perlu harus kita cari dan kalau sudah ditemukan, kita dorong agar muncul
di permukaan. Langkah ini harus kita lakukan karena bangsa ini
benar-benar membutuhkan seorang pemimpin yang mampu, bisa diandalkan,
dan yang paling penting penting bisa dipercaya.
Masih sangat
terbuka bagi siapapun putra-putri terbaik negeri ini untuk menjadi
Presiden 2014-2019. Caranya tentu dengan kerja keras. Tapi mengingat
waktunya yang sudah relatif pendek, kerja keras itu harus
disosialisasikan pada publik. Dan alat sosialisasi yang sangat efektif
adalah media televisi.